27 Februari 2011

Alangkah Lucunya Sebuah Nilai


“oleh piro dino iki kowe?” 
“seket lima ewu pak.”
September, oktober, november, desember, dan sekarang Januari. Tak terasa sudah sekitar enam bulan kalau tidak salah hitung saya hidup dan kuliah di Jakarta. Kalau orang kampung bilang saya mengadu nasib ke ibu kota, sedangkan kalau menurut orang kota saya adalah kaum urban yang semakin membuat mereka sesak bernapas saja. Apapun itu bagi saya itu tidak lah penting. Yang jelas semua begitu cepat berlalu, padahal serasa seperti baru kemarin saja saya bermain-main dengan nilai. Saya dan teman-teman saya---mungkin termasuk anda. saat itu terseret dalam euforia tahunan, yaitu gegap gempita UN (UJIAN NYONTEK nasional).
Jauh-jauh hari sebelum party itu dimulai, kami membentuk satgas pemberantasan tidak lulus (TL). Atas dasar yaitu demi kehormatan nama baik sekolah kami dan atas nama keadilah ‘bahwa setiap siswa berhak lulus’. Satgas sendiri dibentuk dan mendapat mandat langsung dari Kepala Sekolah Kami. Anggotanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bagian behind in the scene meliputi para Guru-guru jempolan di sekolah kami dan Para eksekutor lapangan yakni semua siswa. Para eksekutor sendiri masih dibagi menurut kadar kepekatan otak masing-masing. Pada saat itu saya mendapat jatah posisi terhormat yaitu sebagai Receiver of answer. Dan akhirnya party selama lima hari itu berhasil kita lalui dengan ‘lancar’. Sehari setelah pengumuman kelulusan Kepala sekolah menyatakan satgas telah sukses menjalankan tugas.

Sebelas Februari


“huuaahh....”
“berisik amat nih, gangguin orang tidur aja.”
Aku maki alarm yang ku setel sendiri. lalu sambil mencoba membuka mata yang masih berat, tanganku jelalatan mencari-cari handphone yang dari tadi tak berhenti berdering. Tak lama ku temukan handphone tepat berada dibawah bantal, ku lihat di jam handphone sekarang sudah pukul 05.00 pagi. Dengan mata yang masih setengah tertutup ku buka pesan baru yang tadi malam belum sempat ku baca karena ketiduran, ternyata sebuah kartu nama.

Nama
Riska Aurelia
Ponsel
+6287733478633
Singkronisasi                           
Pribadi

Aku kaget dan langsung berdiri dengan perasaan setengah tak percaya ketika membacanya. ku coba membuka mata lebar-lebar untuk memastikan bahwa  aku benar-benar sudah terbangun dan tidak sedang bermimpi. lalu ketika menyadarinya aku pun terkulai lemas, ku rebahkan tubuh ke tembok kamar.
hatiku benar-benar masih tak percaya dengan semua ini, setelah penantian panjang selama ini. Dan tanpa ku sadari linangan air mata telah membasahi wajah kusamku.
Delapan tahun lamanya aku terpisah dengannya, tak tahu dimana keberadaanya. Delapan tahun pula aku mencarinya, bertanya kepada teman-teman SMPku, menanyakan kabarnya, keberadaanya, rumahnya, atau hanya sebatas nomor handphone. Tapi tak pernah ada hasil.
Wilda, dialah yang mengirimiku kartu nama Riska semalam. Dia adalah sahabat Riska saat SMP dulu. Tempo hari aku menanyakan keberadaan Riska dan bertanya apakah dia memiliki nomor handphone Riska yang bisa aku hubungi. Tapi saat itu dia mengaku tak memilikinya.
Kini setelah hari-hari panjang yang ku lalui, begitu tiba-tiba, disaat aku mulai belajar untuk merelakan kepergiannya. Hari ini, ku temukan dia, Setidaknya membuka lagi harapan yang telah ku simpan rapat-rapat.
Ku terbangun dari lamunanku saat teringat bahwa hari ini aku berencana akan pulang ke kampung halamanku mengikuti tradisi mudik saat lebaran tiba. Jam dinding kamar menunjukkan sudah pukul enam lewat. Ku usap air mata yang belum mengering, lalu segera bergegas untuk menuju ke terminal Bus pulogadung.