“oleh piro dino iki kowe?”
“seket lima ewu pak.”
September, oktober, november, desember, dan sekarang Januari. Tak
terasa sudah sekitar enam bulan kalau tidak salah hitung saya hidup dan kuliah
di Jakarta. Kalau orang kampung bilang saya mengadu nasib ke ibu kota,
sedangkan kalau menurut orang kota saya adalah kaum urban yang semakin membuat
mereka sesak bernapas saja. Apapun itu bagi saya itu tidak lah penting. Yang
jelas semua begitu cepat berlalu, padahal serasa seperti baru kemarin saja saya
bermain-main dengan nilai.
Saya dan teman-teman saya---mungkin termasuk anda. saat itu terseret dalam
euforia tahunan, yaitu gegap gempita UN (UJIAN NYONTEK nasional).
Jauh-jauh hari sebelum party itu dimulai, kami membentuk satgas
pemberantasan tidak lulus (TL). Atas dasar yaitu demi kehormatan nama baik
sekolah kami dan atas nama keadilah ‘bahwa setiap siswa berhak lulus’. Satgas
sendiri dibentuk dan mendapat mandat langsung dari Kepala Sekolah Kami.
Anggotanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bagian behind in the scene meliputi para Guru-guru jempolan di
sekolah kami dan Para eksekutor lapangan yakni semua siswa. Para eksekutor
sendiri masih dibagi menurut kadar kepekatan otak masing-masing. Pada saat itu
saya mendapat jatah posisi terhormat yaitu sebagai Receiver of answer. Dan akhirnya party selama lima hari itu berhasil kita
lalui dengan ‘lancar’. Sehari setelah pengumuman kelulusan Kepala sekolah
menyatakan satgas telah sukses menjalankan tugas.