Pengharapan pembangunan pasca pemilu presiden mengingatkan saya pada kisah
para pengarjin anyaman bambu boboko
di desa Trajaya, Majalengka dalam buku Menali
Kehidupan, Meraut Kesabaran (2014). Buku itu berkisah tentang para
pengarjin anyaman bambu yang bergulat dengan persoalan masyarakat desa seperti
kesulitan ekonomi, pendidikan dan kemandekan sendi kehidupan lain.
Seperti yang diutarakan Budayawan Mudji Sutrisno dalam buku itu, desa
terekam sebagai ruang terjadinya kemiskinan kultural dan struktural,
keterputusan atas pewarisan budaya menganyam boboko kepada yang muda,
hingga desa dikisahkan sebagai ruh seni merajut kerajinan rakyat Trajaya demi
menghidupi nafkah mereka.
Pemimpin terpilih nanti semestinya menyadari, kita mengadapi masalah desa,
krisis membangun desa. Sementara setiap tahunnya laporan perekonomian terus
tumbuh, tetapi kita terus mendapati kasus kelaparan, putus sekolah, dan potret desa-desa
yang tertinggal. Dominannya kebijakan ekonomi yang berpusat di kota, telah tidak
berpihak pada ekonomi desa dan pemerataan pembangunan.
Status sosial dan urbanisasi menjadi persoalan dasar atas mentalitas masyarakat
desa kita. Pemimpin terpilih mengadapi persoalan klasik orang desa yang membayangkan kehidupan kota yang maju,
produktif, dan modernis. Ini perlu ada political
will dari pemimpin terpilih nanti, melalui kebijakan yang berpihak pada
masyarakat kecil di desa. Menciptakan mentalitas baru, yakni masyarakat yang
membangun desanya.
Pemimpin terpilih selayaknya mengingat apa yang dikatakan oleh Y.B.
Mangunwijaya (1978), bahwa desa jangan dijadikan hinterland (daerah belakang) untuk menghidupi kota. Tetapi
bagaimana perkembangan desa-kota itu berlangsung secara simbiosis yang saling
menguntungkan. Seharusnya kota mengembalikan hasil-hasil produksi kepada desa
sehingga desa dapat dikembangkan.
Karenanya membangun desa tidak sama dengan membangun kota. Pemimpin
terpilih nanti ketimbang berusaha mengubah desa menjadi kota baru, akan lebih
tepat mempertahankan pola lama perekonomian desa yang bernuansa gotong-royong
dan kerakyatan. Membangun desa bukan perkara mengolah sumber daya alam saja,
tetapi juga sumber daya manusia. Desa bukan hanya keperluaan infrastruktur dan
teknologi, tetapi mengubah mentalitas sosial dan budaya.
Pemimpin terpilih nanti selayaknya membaca kisah-kisah orang desa seperti
kisah para pengrajin anyaman bambu dalam buku Menali Kehidupan, Meraut Kesabaran. Agar pemimpin terpilih
menyadari krisis pembangunan desa selayaknya menjadi perhatian. Pembangunan
desa kita maknai dalam arti pembaharuan ekonomi dan pendidikan yang
berkeadilahan pada desa. Sementara membangun desa dapat dimulai dengan pemimpin
terpilih nanti menghadirkan orang-orang yang terdidik dan terlatih di desa-desa,
orang-orang yang mau berkotor tangan mengembangkan desa. Begitu.
*pernah dimuat dalam Koran Sindo
*pernah dimuat dalam Koran Sindo