Dunia jurnalisme kita hari ini, feature merupakan ragam tulisan yang
saat ini banyak dicoba dan digali oleh media cetak, seperti pantau, dan tempo. Hal ini tak lain dikarenakan keawetan tulisan dalam feature, yang menjadi senjata guna
menghadapi persaingan dengan media elektronik atau online yang sangat luar biasa dalam hal kehangatan dan kecepatan
berita.
Sebuah tulisan feature sendiri adalah laporan jurnalisme yang dikemas dengan
narasi yang membangun alur cerita dalam berita yang hendak disuguhkan. Laporan
pun bukan peristiwa-peristiwa mainstream,
akan tetapi penggalian pada angle lain -yang kebanyakan feature lebih mengangkat sisi human
interest.
Menurut Vare dalam tulisan kata
pengantar Andeas Harsono di Jurnalisme
sastrawi ada beberapa yang menjadi pertimbangan dalam menulis sebuah
laporan narasi yakni fakta, konflik, karakter, akses, emosi, perjalanan waktu,
dan pembaharuan.
Fakta adalah elemen penting dalam feature. Setiap detail adalah fakta;
nama, tempat, kejadian. Tanpa bumbu-bumbu semacam opini atau imajinasi penulis.
Ini pula yang membedakan feature
dengan cerpen. Tulisan laporan saksi mata
Seno gumira tidak bisa disebut feature
karena tulisan tersebut tak murni fakta.
Sementara konflik menjadi elemen yang
juga tak kalah penting. Konflik dapat berupa sengketa, perselisihan, atau
konflik sosial lain. Bisa konflik antar kelompok, agama, atau juga konflik
batin seperti pertaruhan nasib seorang pengamen jalanan. Tanpa adanya konflik akan
menjadikan sebuah feature terasa hambar.
Konflik akan menjadi semakin baik dengan kelihaian penulis membangun emosi dan
suasana dalam tulisan.
Seorang penulis feature yang baik adalah kemampuan mereka dalam menemukan dan
mengambil angle tulisan. Menemukan angle adalah melatih kepekaan. Melatih
kepekaan dengan mamakai imajinasi dan kekuataan pengamatan, untuk melihat
hal-hal yang menarik yang luput dari perhatian orang lain. Semisal memperhatikan
orang yang mempunyai pandangan yang berbeda atau unik dalam menyikapi suatu
persoalan.