11 Maret 2015

Belum Menemukan Jati Diri?




Barangkali dari kita seringkali tidak menyadari bahwa hidup kita berkutat pada pertaruhan antara tradisi dan modernitas. Antara yang lampau dengan yang baru. Seseorang yang terkurung dalam masa lalu cenderung menjadi fundamentalis. Mengabaikan segala bentuk pembaharuan atas nama kebenaran mutlak dari tradisi yang dia yakini. Dia memusuhi modernitas yang dicap hanya “merusak” tradisi.


Ki Hadjar Dewantara yang lantang dengan pemikiran-pemikiran kebudayaannya pun menyangkal keangkuhan atas nama tradisi semacam itu. Baginya, tradisi itu semacam pakaian. Persis seperti pepatah jawa: kepribadiaan seseorang dapat dilihat dari apa yang seseorang itu kenakan, dari pakaiannya. Karenanya menurut ki Hadjar tradisi ini semestinya kita pandang sebagai hal yang dinamis, terus berubah sesuai tuntutan zaman. Apabila sebuah pakaian kita pandang sudah tidak layak pakai, maka kita ganti dengan pakaian yang lebih layak dan sesuai.

Sebaliknya, seseorang yang terjebak dalam arus modernitas akan cenderung mengalami krisis identitas dan jati diri. Dia terus menerus berganti pakaian. Demi mengikuti “tren” dan gaya hidup modernis yang terus berubah sedemikian cepat. Melakukan replikasi budaya tanpa pandang bulu. Karenanya istilah orang Jawa, orang Sunda, apalagi orang Indonesia menjadi tidak relevan lagi. Tapi sebuah identitas hybrid atau gado-gado.

Tentu saja kita kerap tidak menyadarinya. Karena permasalahan identitas yang seseorang hadapi tidak dirasa secara langsung. Tapi bergerak dalam alam bawah sadar. Aku yang “nampak” sebenarnya hanyalah citra yang terbentuk dari orang-orang sekeliling (seperti orang tua, saudara, teman), dari televisi, sekolah, pasar, mall, dan seterusnya. Pada mulanya, Aku memahami keberadaan-diri Aku dengan terlebih dulu memahami keberadaan-orang-lain. Aku membentuk-diri Aku dengan “meniru” bagaimana orang lain membangun citra atas dirinya. Orang lain menjadi alasan Aku memilih jenis pakaian, orang lain menjadi alasan Aku membeli mobil baru.

Sekali lagi, identitas seseorang tidak tetap tapi terus berubah dan berkembang. Maka sebenarnya sebuah ungkapan “belum menemukan jati diri” adalah klise. Itu hanyalah bentuk lain dari krisis identitas yang dialami oleh seseorang. Sebab sebuah pengandaian jati diri yang purna hanyalah ilusi. Identitas adalah sesuatu yang terus menerus dibentuk tetapi selalu kembali retak.