6 Desember 2012

Menulis feature, membaca kehidupan



Dunia jurnalisme kita hari ini, feature merupakan ragam tulisan yang saat ini banyak dicoba dan digali oleh media cetak, seperti pantau, dan tempo. Hal ini tak lain dikarenakan keawetan tulisan dalam feature, yang menjadi senjata guna menghadapi persaingan dengan media elektronik atau online yang sangat luar biasa dalam hal kehangatan dan kecepatan berita.

Sebuah tulisan feature sendiri adalah laporan jurnalisme yang dikemas dengan narasi yang membangun alur cerita dalam berita yang hendak disuguhkan. Laporan pun bukan peristiwa-peristiwa mainstream, akan tetapi penggalian pada angle lain -yang kebanyakan feature lebih mengangkat sisi human interest.

Menurut Vare dalam tulisan kata pengantar Andeas Harsono di Jurnalisme sastrawi ada beberapa yang menjadi pertimbangan dalam menulis sebuah laporan narasi yakni fakta, konflik, karakter, akses, emosi, perjalanan waktu, dan pembaharuan.

Fakta adalah elemen penting dalam feature. Setiap detail adalah fakta; nama, tempat, kejadian. Tanpa bumbu-bumbu semacam opini atau imajinasi penulis. Ini pula yang membedakan feature dengan cerpen. Tulisan laporan saksi mata Seno gumira tidak bisa disebut feature karena tulisan tersebut tak murni fakta.

Sementara konflik menjadi elemen yang juga tak kalah penting. Konflik dapat berupa sengketa, perselisihan, atau konflik sosial lain. Bisa konflik antar kelompok, agama, atau juga konflik batin seperti pertaruhan nasib seorang pengamen jalanan. Tanpa adanya konflik akan menjadikan sebuah feature terasa hambar. Konflik akan menjadi semakin baik dengan kelihaian penulis membangun emosi dan suasana dalam tulisan.

Seorang penulis feature yang baik adalah kemampuan mereka dalam menemukan dan mengambil angle tulisan. Menemukan angle adalah melatih kepekaan. Melatih kepekaan dengan mamakai imajinasi dan kekuataan pengamatan, untuk melihat hal-hal yang menarik yang luput dari perhatian orang lain. Semisal memperhatikan orang yang mempunyai pandangan yang berbeda atau unik dalam menyikapi suatu persoalan.
Penulisan

Setidaknya dalam sebuah tulisan feature tediri dari tiga bagian, yakni Lead, tubuh, dan penutup. Ada beberapa jenis lead feature diataranya dalah lead naratif, deskriptif, dan lead kutipan. Jenis lead naratif atau becerita untuk feature cerita petualangan, penekanannya pada melukiskan situasi. Sementara Lead deskriptif untuk feature yang kuat dalam sosok atau penokohan, yakni menciptakan gambaran. Dan Lead kutipan biasanya digunakan untuk penguatan watak tokoh atau informasi.

Selanjutnya adalah tubuh atau isi feature. Feature yang baik adalah feature yang kuat dideskripsinya. Hal ini tergantung bagaimana dalam pengumpulan berita reportase, kemampuan observasi yang tinggi, kedalaman pengetahuan tentang tokoh, dan kemampuan merangkai kata-kata dengan ringkas tapi efektif.

Salah satunya adalah pendeskripsian ciri fisik tokoh. Bagaimana raut muka, apakah raut muka tokoh atau seseorang yang diwawancarai itu rapi, bersih, dagu panjang, hidung mancung, mata tajam, mata mengantuk, bibir tebal, dsb. Apakah memiliki kulit yang putih, kuning, atau sawo matang. Lalu seperti apa jenis, potongan, warna rambutnya. Juga ukuran tubuh; tinggi, gemuk. Dan apa pakaian yang dikenakan, warna, model. Serta kebiasaan dan tabiat gerak tertentu yang mungkin menjadi khas dari tokoh yang diwawancarai.

Dalam feature sebaiknya gunakan kata dasar dan kata sifat. Hindari pilihan diksi yang terlalu berlebihan yang jusru dapat merusak tulisan. Dalam penulisan deskriptif, awas terhadap setiap ciri. Sebarkan deskripsi sepanjang cerita. Adapun untuk penutup feature, ada beberapa pilihan, seperti penutup ringkas, penyengat, klimaks, dan tak ada penyelasaian.

Seorang penulis yang sudah terampil biasanya akan memiliki gaya tulisannya sendiri. Dimana sebenarnya gaya tulisan sendiri itu berangkat dari membaca. Oleh karena itu untuk membangun tulisan feature yang baik harus diikuti pula dengan banyak membaca tulisan feature, atau tulisan-tulisan naratif seperti cerpen dan novel.

Akan tetapi, Belajar menulis feature adalah meluangkan waktu untuk keluar, melihat dan mengamati sekitar, membangun kepekaan kita terhadap persoalan-persoalan dalam realitas kehidupan. Kemudian mengajak bicara, menanyakan, membangun persepsi, dengan tak lupa membuat coret-coretan. Dan yang terpenting kemudian, menuliskannya!
***
bacaan:
- Seandainya saya wartawan tempo
- jurnalisme sastrawi