18 Oktober 2011

Kera Sakti Belajar Kung-Fu



Keringat telah membasahi wajah dan juga seragam kung fu yang imam(11 tahun) kenakan, tapi ia masih bersemangat mempraktekan jurus-jurus yang telah ia kuasai, dari salto sampai meroda ia lakukan dengan begitu lincahnya.


“Senang aja rasanya bisa belajar silat sama jurus-jurus. Walau nanti abis pulang pasti badan aku capek banget.” Ujar imam dengan ngengir dan wajah polosnya.


Minggu pagi (11/07) ini, dibawah sinar matahari yang agak redup Imam dan para anggota Ikatan Keluarga Silat Putera Indonesia (IKS PI) Kera Sakti tengah berlatih ketika ditemui LKM. Mereka berlatih di sepetak tanah berumput dengan rerimbunan pohon mohoni di sampingnya. Lokasinya tak jauh dari pintu utara lapangan monas.

Para kera sakti dengan seragam hitam atau putih ini berlatih dengan serius dan penuh semangat. kekompakan terlihat ketika jurus demi jurus mereka keluarkan dibawah arahan Pak Suhardi, ayah Imam sekaligus koordinator IKS PI Kera Sakti wilayah jakarta pusat. Materi latihan yang diajarkan berupa, seni olah raga dan beladiri, chi kung (pernafasan murni), Tenaga dalam, dan pelatihan mental spiritual.

Perguruan IKS PI Kera sakti adalah perkumpulan seni beladiri yang bernaung di bawah IPSI. Dimana dalam permberian porsi pengajaran diarahkan pada pelajaran fisik dan kerohanian. Tujuannya yaitu mendidik para anggotanya menjadi warga IKS yang siap menjadi kader bela negara, berbudi pekerti luhur dan mengembangkan ajaran IKS.

“Filosofi gerakkan kami kan gerakan kera.” ujar Pak Suhardi yang mengaku awalnya nama perguruan ini adalah IKS PI saja, tapi kemudian diberikan tambahan “kera sakti” dibelakangnya. Karena masyarakan maupun murid-murid perguruan ini lebih mengenal nama jurus perguruan yaitu teknik jurus keranya dari pada nama asli perguruan.

Dalam metode pelatihan, IKS Kera sakti terdapat 5 tingkatan yakni tingkat dasar I sabuk hitam, tingkat dasar II sabuk kunung, warga tingkat I sabuk biru, warga tingkat II sabuk merah dengan gelar pendekar dan warga tingkat III sabuk merah strip emas dengan gelar dewan guru. “Tiap tingkatan membutuhkan waktu dan syarat tertentu agar bisa naik ketingkat lebih tinggi.” Pak hardi menjelaskan.

‘Jadi’ Kera sakti
Siang itu suasana monas tampak ramai dipenuhi pengunjung. Banyak anak-anak berlarian kesana-kemari, beberapa bermain bola dan beberapa lagi bermain layang-layang. Sebagian lagi memilih mengunjungi stand-stand yang disediakan khusus untuk memperingati hari anak nasional. Sementara itu dibawah naungan pohon mahoni, Imam dan Erik (12 tahun) tengah duduk bersandar. Keletihan setelah dari tadi pagi berlatih kung-fu.

“hari ini pada nggak berangkat.” Ujar Erik teman satu tingkat Imam yang ikut berlatih ‘menjadi’ kera sakti sejak 8 bulan lalu. Ia mengaku senang bisa belajar kung-fu dan ia ikut atas kemaunnya sendiri. Ayah Erik sama seperti ayah Imam, dulunya juga seorang pelatih silat.

Hanya mereka berdua yang datang berlatih hari itu. Keduanya tak tahu kenapa teman-temannya tidak hadir. Padahal biasanya mereka berlatih sampai 8 orang. Tapi keduanya tak memperdulikan hal itu. “Ya nggak apa-apa cuma kita berdua. Mungkin teman-teman pada jalan-jalan.” Cerita Imam sambil mengusap keringat pada rambut plontosnya.
Kepada LKM, Imam mengaku berhenti berantem dengan teman-temannya sejak bergabung dengan perguruan kera sakti kala ia menginjak kelas 3 SD. Ia bercerita awalnya ikut berlatih karena dipaksa oleh Ayahnya. Tapi kemudian ia mulai menyukainya. Dan sepertinya juga untuk mengobati kekecewaannya karena di sekolah ia sering dimarahi oleh guru-gurunya.

Pernah suatu kali gara-gara tidak mengerjakan PR matematika dan bahasa indonesia, Imam disuruh oleh gurunya menulis kalimat “saya tidak akan mengulanginya lagi” sebanyak 3 buah buku tulis. “Guru-guru di SD  galak-galak, nggak seperti disini.” Ujar Imam yang merasa kapok tidak mengerjakan PR.

Pak suhardi, yang akrab dipanggil hardi monas mengaku prihatin dengan kondisi bela diri saat ini yang sebatas simbol saja, dan tidak dipelajari dengan jiwa seorang pendekar. Oleh sebab itu ia merasa pentingnya pendidikan bela diri sejak usia dini, agar nantinya ketika dewasa siap secara mental dan rohani menghadapi tantangan hidup.

"Ya sekarang inikan menjalani hidup itu nggak mudah, apalagi hidup di jakarta. Banyak tantangannya. Oleh sebab itu kami selain memberikan pengajaran fisik juga kerohanian. Agar nantinya selain memiliki kondisi fisik yang sehat juga menjadi pribadi yang memiliki prinsip yang kuat.” Papar pak Hardi.

“Semangat dan landasan dasar perguruan kami kan persaudaraan dan kekeluargaan. Jadi di IKS PI Kera sakti ini ya kita belajar dan berlatih bareng-bareng. Terus ngebantu teman-teman yang butuh bantuan. Kita juga nggak matokin iuran bulanan. Jadi mau nggasih atau nggak itu terserah kita. kita biasa latihan dimonas tiap minggu pagi dan malam kamis.” Tambah lelaki dengan senyum dan kumis tipisnya yang khas itu.

“Aku pengen jadi kera sakti” timpal imam dengan tawa lepasnya. Menutup perbincangan kami siang itu. (A’ang).