2 Februari 2013

LKM dalam Pikiran Saya


Saya percaya kita dibentuk oleh peradaban dimana kita berada, sebagai keseharian yang dijalani dan kemudian dihayati. Kebudayaan sebagai yang sehari-hari ini terangkum dalam tiga dimensi budaya yakni ide, aktivitas dan karya.

Sekiranya kita pun memahami Lembaga kajian mahasiswa (LKM) sebagai ruang kebudayaan. Kebudayaan LKM adalah apa yang menjadi ide, gagasan, dan karya yang lahir di G.305. Dalam hal ini keseharian LKM memaknai baca, tulis, dan diskusi sebagai oksigen dalam kita bermesraan dengan pengetahuan.

Kebudayaan LKM secara praksis kemudian dimaknai dan diwujudkan dalam proker-proker. Ingin saya katakan LKM dibangun oleh peradaban ilmu pengetahuan dan karya-karyanya serta juga tanggung jawab LKM sebagai organisasi kampus di Universitas Negeri Jakarta, yang dalam hal ini saya lihat fungsi LKM sebagai salah satu media kampus.

Reportase, kreatis pemula, kreatis lanjutan adalah proker-proker yang menjadi nafas dan jantung peradaban LKM, sementara Buletin Kaji, dan Jurnal adalah proker-proker yang menjadikan fungsi LKM sebagai media kampus.

Peradaban LKM hari ini sebenarnya adalah apa yang telah dibangun dengan gigih oleh orang-orang terdahulu, para pengurus yang memikirkan organisasi ini. Mereka yang memikirkan bagaimana organisasi ini agar terus berkembang, dinamis dan maju. Karya-karya yang telah lahir seperti kemiskinan kota, restorasi pendidikan barangkali secuil yang dapat pengurus hari ini pelajari, dan juga menjawab tantangan apa yang kita pikir dan bisa berikan untuk organisasi ini sekarang dan kedepan.

Kemudian ini yang seringkali terlupa, LKM tidak bisa lepas dari peran dan tanggung jawab sebagai media, keran opini public kampus. Bagaimanapun LKM butuh aktualisasi dan tak terjebak narsisisme pengetahuan yang eksklusif. Sebuah organisasi tanpa karya akan mati. Pun Proker buletin, newsletter ini merupakan hukum pelantunan bagi LKM. Bagaimana melantun pada LKM sendiri, yang setali tiga uang sebagai pembekalan buat para pengurus untuk penulisan kreatis yang berkualitas.

Untuk menjalani proker-proker tersebut, para pengurus harus memiliki bekal. Yakni bisa menulis ragam tulisan esai, feature, jurnalistik, sastra, dan sebagainya. Ini dibarengai dengan kemampuan teknis reportase, teknik layoting, metodologi riset, metode berpikir (filsafat) yang baik.

Bekal serta kemampuan tersebut diperoleh dari kegiatan sehari-hari dan pembekalan secara momentum. Perihal ini, public speaking, kajian reboan, writing day, dan kajian ekstra menjadi kegiatan keseharian atau mingguan LKM saat ini. Sementara kegiatan momental yang diadakan berupa pelatihan kestari, pelatihan managerial, pembekalan buletin.

Akan tetapi pikir saya kegiatan keseharian LKM kurang efektif dan tidak mendukung proker-proker yang menjadi proiritas organisasi ini. Sebab pertama, kegiatan LKM saat ini dibentuk bukan untuk mendukung proker, akan tetapi masih berkelut pada orientasi mendidik SDM yang saya pikir keliru. Kegiatan keseharian masih seperti kegiatan pelatihan yang dampak untuk LKM dan proker kita tidak signifikan dan tidak melantun ke LKM sendiri. Saya pikir pola ini juga kemudian yang melahirkan para pencuri peradaban LKM.

Bukankah kita membaca Paulo freire dan pendidikan kritis, akan tetapi kenapa kita justru terperangkap dalam banking education dalam pola belajar kita? Lantas apa yang telah kita ambil dan pelajari dari pendidikan hadap masalah?

Mengapa pula ketika itu dalam tulisan saya untuk heart to heart, Apa yang hendak menjadi keutamaan dewasa ini? Apakah mendidik para pengurus hingga katakanlah cukup ilmu untuk menghidupi LKM (seolah-olah LKM akan mati ketika ditinggal oleh para pengurusnya)? Atau kita bersama-sama menghidupkan LKM dalam keseharian dan proker-prokernya yang akan melantun kepada kita para pengurus?

Saya pikir kita para pengurus dan anggota harus tahu dan memahami bagaimana peradaban LKM itu dibangun. LKM yang selalu dinamis dan ide-ide baru yang konstruktif. LKM harus bisa menjawab tantangan seperti permasalahan pragmatisme yang terjadi saat ini, bahwa LKM sebagai organisasi harus keluar dari idealismenya untuk menyikapi secara realis dalam menghadapi dinamika kehidupan yang kompleks ini. Tanpa mengorbankan peradaban yang susah payah dibangun ini!

Selain itu bagi saya Lembaga Kajian Mahasiswa adalah organisasi yang luar biasa. Di organisasi ini semua kita belajar dan pelajari; filsafat, jurnalistik, karya tulis, sastra, dan sebagainya. LKM is Amazing. Maka dalam pandangan saya pun kegiatan keseharian LKM harus memberi wadah bagi setiap orang yang memiliki piliha dan minat yang berbeda-beda untuk belajar dan mengembangkan potensinya. Sebab semunya baik dalam konteks belajar.

Bagi saya, kegiatan keseharian LKM haruslah merujuk pada budaya LKM dan proker-proker yang menjadi prioritas dan juga memberi ruang-ruang bagi para pengurusnya untuk mengembangkan pilihan dan potensinya. Penyekatan kegiatan yakni kegiatan public speaking, kajian reboan, dan penulisan harus dievaluasi dan disesuaikan dengan menyatukan tiga kegiatan mingguan tersebut dalam kerangka budaya LKM.

Saya membayangkan dan yakin akan menjadi perdebatan, LKM kedepan memiliki tiga kegiatan rutin tiap minggunya yakni hari untuk proker, hari untuk diskusi pilihan, serta hari untuk diskusi koran minggu ini.
Dalam pikiran saya, hari untuk proker adalah dimana para pengurus dalam melaksanakan proker-proker organisasi seperti buletin, reportase, atau kreatis. Didalamnya kita belajar tentang bagaimana liputan, diskusi rubrik, diskusi tulisan, layouting, intinya apa yang ingin dibangun adalah belajar dengan “hadap-masalah”.

Diskusi pilihan adalah ruang diskusi yang di dalamnya ada kajian filsafat, kajian sastra, reportase, dan sebagainya. Dinamakan diskusi pilihan sebab pemilihan materi diskusi disesuaikan dengan minat tiap masing-masing pengurus yang menjadi pemateri. Bagi yang suka filsafat silahkan ajak yang lain untuk mengasah nalar, bagi yang suka sastra bagi tulisan cerpen atau puisinya untuk ikut menikmati, atau bagi yang suka jurnalistik, mari berdiskusi hasil reportasenya.

Sementara kegiatan Koran minggu ini adalah ruang bagi kita untuk diskusi tentang berita atau isu yang sedang hangat. Dipilih entah dari headline, kolom opini atau yang lain. Saya pikir ini perlu untuk membangun kepekaan kita terhadap realitas dan bersikap kritis terhadap isu dan persoalan yang tengah berkembang, baik isu kampus, nasional maupun dunia.

Ketiga kegiatan minguan tersebut tetap menjadi tanggungjawab ketiga divisi yang talah menjadi tulang punggung dalam melahirkan orang-orang yang berkualitas di LKM, yakni divisi public speaking, divisi kajian, dan divisi penulisan. Ketiga divisi tersebut saling bekerjasama. Sebagai misal, divisi public speaking menyiapakan MC dan Moderator untuk diskusi koran minggu ini, dan divisi kajian menyiapkan pemateri untuk kajian pilihan, dan hal lain yang harus kita diskusikan lagi.

Kegiatan sehaari-hari itu didukung juga dengan kegiatan momental yang kita rasa perlu, seperti pembekalan menulis esai, pembekalan buletin atau jurnalistik, pelatihan MC, pembuatan karya tulis, dan pembekalan lainnya yang bisa kita adakan di akhir pekan.
***

Sebenarnya yang ingin saya utaran dalam tulisan ini adalah bagaimana kita mencintai organisasi ini kedepan. Bagi saya Lembaga Kajian Mahasiswa telah melakukan lompatan peradaban. Peradaban LKM saat ini telah meninggalkan peradaban yang ada di sekitar LKM sendiri, atau dalam ruang yang lebih sempit, Kampus UNJ.

Peradaban LKM telah melahirkan karya-karya yang kita harus bangga, dan juga orang-orang yang mencapai high culture, dalam hal ini literasi telah menjadi sehari-hari. Akan tetapi kita harus menyadari bahwa yang telah dua tahun dan tiga tahun di organsisasi ini tak semuanya telah mencapai high culture ini, bahkan masih jauh sekali. Termasuk saya.

Ini terlihat ketika diharuskan menulis dan menghasilkan karya. Kreatis lanjutan dan Jurnal seakan-akan menjadi sulit untuk dijangkau, setidaknya justru menjadi beban. Apa yang salah? Apakah mimpi organisasi ini yang terlalu tinggi?

Kita pun harus memahami realitas Sebagai organsiasi LKM dibenturkan oleh berbagai macam kesibukan dan kepentingan, baik proker LKM sendiri maupun para pengurusnya. Saya pikir kita harus memberi catatan bagaimanapun para pengurus LKM adalah mahasiswa yang kuliah dan memiliki kepentingan serta tanggungjawab. Karenanya LKM kedepan harus efektif dan taktis dalam menjalankan roda organisasi. Tanpa mengorbankan dan memposisikan LKM sebagai yang kedua atau yang kesekian. Tanpa mengurangi pemaknaan belajar tak mengenal koma apalagi titik.

LKM harus bisa mencari solusi setiap permasalahan dalam menghadapi tantangan LKM hari ini dan LKM kedepan. Terobosan dan terobosan.

Harus dipahami bahwa setiap pengurus memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Dalam belajar di ruang 305 ini ada yang larinya cepat, ada yang tergopoh-gopoh, ada yang berjalan pelan, ada yang merangkang-rangkak. Kita harus memahami ini.

Saya tak ingin ada yang merasa disingkirkan atau merasa asing dengan budaya LKM. Dimana Pengetahuan malah menjadi penindas.

LKM kedepan adalah menyikapi kreatis dan Jurnal sebagai tantangan. Dimana untuk menciptakan karya dan sejarah LKM kita bersama-sama bangun dan hidupkan dalam keseharian kita.

Kedepan dalam dinamika personal, jangan ada kecemburuan kontribusi antar pengurus, antara kakak dan adik. Bangga lah diantara kita yang merasa banyak berkontribusi kepada G.305 ini sambil menularkan kepada yang lain. Sementara yang merasa belum jangan berkecil hati, gali potensi yang bisa diberikan kepada organisasi.

Setiap orang punya posisi dan peran masing-masing. Bukan seberapa besar atau tinggi posisi kita, tapi seberapa berarti kita untuk posisi itu dan usaha yang coba kita berikan. Memberikan yang terbaik untuk organisasi ini.

Sebagai organsiasi LKM adalah organisasi yang humanis dengan prinsip medis nya. Akan tetapi LKM adalah organisasi yang membutuhkan orang-orang yang yang mau berproses. Tekun, dan sabar, serta loyal terhadap organisasi ini. LKM tak menjanjikan apa-apa, tetapi LKM memberi kita ruang untuk menjadi apa-apa.

Saya ingin bersama orang-orang yang mencintai organisasi ini dalam belajar di ruang 305 mengingat apa yang telah dikatakan oleh Ki Hadjar dewantara tentang apa yang kita dapat dari belajar dan yang menjadi tujuan belajar, bahwa belajar adalah untuk memerdekakan dan menjadi merdeka. Hidup lahir dan batin. Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar pada kekuatan sendiri. Sekiranya itu sejatinya yang diberikan organisasi ini.
***