30 September 2014

Krisis Membangun Desa



Pengharapan pembangunan pasca pemilu presiden mengingatkan saya pada kisah para pengarjin anyaman bambu boboko di desa Trajaya, Majalengka dalam buku Menali Kehidupan, Meraut Kesabaran (2014). Buku itu berkisah tentang para pengarjin anyaman bambu yang bergulat dengan persoalan masyarakat desa seperti kesulitan ekonomi, pendidikan dan kemandekan sendi kehidupan lain.

Seperti yang diutarakan Budayawan Mudji Sutrisno dalam buku itu, desa terekam sebagai ruang terjadinya kemiskinan kultural dan struktural, keterputusan atas pewarisan budaya menganyam boboko kepada yang muda, hingga desa dikisahkan sebagai ruh seni merajut kerajinan rakyat Trajaya demi menghidupi nafkah mereka.

Pemimpin terpilih nanti semestinya menyadari, kita mengadapi masalah desa, krisis membangun desa. Sementara setiap tahunnya laporan perekonomian terus tumbuh, tetapi kita terus mendapati kasus kelaparan, putus sekolah, dan potret desa-desa yang tertinggal. Dominannya kebijakan ekonomi yang berpusat di kota, telah tidak berpihak pada ekonomi desa dan pemerataan pembangunan.

Status sosial dan urbanisasi menjadi persoalan dasar atas mentalitas masyarakat desa kita. Pemimpin terpilih mengadapi persoalan klasik orang desa yang  membayangkan kehidupan kota yang maju, produktif, dan modernis. Ini perlu ada political will dari pemimpin terpilih nanti, melalui kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil di desa. Menciptakan mentalitas baru, yakni masyarakat yang membangun desanya.

Pemimpin terpilih selayaknya mengingat apa yang dikatakan oleh Y.B. Mangunwijaya (1978), bahwa desa jangan dijadikan hinterland (daerah belakang) untuk menghidupi kota. Tetapi bagaimana perkembangan desa-kota itu berlangsung secara simbiosis yang saling menguntungkan. Seharusnya kota mengembalikan hasil-hasil produksi kepada desa sehingga desa dapat dikembangkan.

Karenanya membangun desa tidak sama dengan membangun kota. Pemimpin terpilih nanti ketimbang berusaha mengubah desa menjadi kota baru, akan lebih tepat mempertahankan pola lama perekonomian desa yang bernuansa gotong-royong dan kerakyatan. Membangun desa bukan perkara mengolah sumber daya alam saja, tetapi juga sumber daya manusia. Desa bukan hanya keperluaan infrastruktur dan teknologi, tetapi mengubah mentalitas sosial dan budaya.

Pemimpin terpilih nanti selayaknya membaca kisah-kisah orang desa seperti kisah para pengrajin anyaman bambu dalam buku Menali Kehidupan, Meraut Kesabaran. Agar pemimpin terpilih menyadari krisis pembangunan desa selayaknya menjadi perhatian. Pembangunan desa kita maknai dalam arti pembaharuan ekonomi dan pendidikan yang berkeadilahan pada desa. Sementara membangun desa dapat dimulai dengan pemimpin terpilih nanti menghadirkan orang-orang yang terdidik dan terlatih di desa-desa, orang-orang yang mau berkotor tangan mengembangkan desa. Begitu.

*pernah dimuat dalam Koran Sindo