6 Februari 2014

Banjir dan Etika pembangunan

Kita prihatin bencana banjir belakangan ini mengisi media kita. Tak sedikit pemberitaan yang ada menujukkan upaya pemerintah dalam mengatasi banjir. Ambil saja contoh seperti normalisasi kali, pengerukan waduk, pembenahan saluran air, dan upaya pendekatan struktural lain. Secara politik kebijakan, semua itu menggunakan pendekatan logika proyek, yakni bertindak setelah ada masalah. Alih-alih terbebas banjir, kota seperti Jakarta terus saja setiap tahunnya terendam banjir.

Upaya struktural bukan berarti tidak perlu. Namun mengatasi bencana juga perlu upaya non struktural dan kacamata yang beragam. Misalkan dalam perspektif ekologi, yang melihat hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Banjir maupun bencana alam sejenis tak lain adalah hasil dari perilaku manusia, bagaimana kita gagal memperlakukan alam dan lingkungan dengan bijak.

Bencana banjir erat kaitannya dengan etika pembangunan. Kita bisa melihat selama ini pembangunan kita lebih dipandang semata pembangunan fisik seperti mendirikan gedung bertingkat, jalanan beraspal, dan pabrikasi. Dalam pembangunan kota, ekonomi menjadi tujuan. Tak heran mudahnya izin pendirian pusat belanja, sementara lahan hijau makin sedikit. Wajar bencana terus-menerus terjadi, bila pembangunan yang tak berbudaya ini terus berlanjut.

Padahal dalam etika pembangunan, ada pula pertimbangan dampak sosial dan budaya. Pembangunan tidak hanya mencakup pengelolaan sumber daya alam, juga pengembangan sumber daya manusia. Sangat penting paradigma ekonomi dan etika pembangunan yang lebih berpusat pada manusia.

Apa yang diutarakan Franz Magnis-suseno (1992) bahwa modal pembangunan yang paling penting adalah kualitas mutu orang-orang kita, melebihi segala fasilitas fisik. Apa gunanya kita membangun segala macam prasarana fisik, tetapi orang-orang kita tidak mampu memelihara? Kita lantas bagaikan tong kosong tanpa dasar: terus diisi, tetapi tetap saja kosong.


Selain banjir, kedepan kita menghadapi tantangan bencana lain atas proyek industrialisasi. Perlu etika pembangunan yang manusiawi. Dapat dari hal sederhana seperti menangani sampah penyebab banjir. Etikanya, bukan dengan menciptakan Bank sampah, tetapi menghindari sampah yang tidak perlu. Semacam kampanye: akan lebih mudah mencegah daripada mengatasi. Begitu.