25 Mei 2016

Autis dan Pemahaman Kita


(Warta Kota, 18 Desember 2015)  


Tak bisa kita pungkiri, selama ini masih banyak dari kita yang masih kurang informasi atau pengetahuan mengenai Autis. Padahal ini penting, terlebih para orang tua yang memiliki anak yang didiagnosis autis. Sebab, kurangnya informasi menyebabkan banyak hal-hal keliru yang kerap kali dilekatkan pada anak autis. Pelekatan secara sembrono tersebut menciptakan pelbagai stereotip, bahkan diskriminasi bagi anak autis.

Masih banyak orang tua yang bertanya seperti, “apakah anak autis bisa disembuhkan?” pandangan demikian mengasumsikan autis sebagai sebuah penyakit. Autis bukanlah penyakit, bukan pula sesuatu yang diturunkan. Autis, yang secara pedagogi dan psikologi disebut autisme syndrome, bersifat genetik. Artinya adanya semacam “penyimpangan” genetik yang membuat seorang anak memiliki karakteristik yang khas, seperti memiliki hambatan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, perilaku, komunikasi dan berhubungan dengan orang lain.

Cris Williams dan Barry Wright dalam buku How to live with Autism and Asperger Syndrome (2004) menerangkan kalau anak autis memiliki hambatan semacam “buta pikiran” atau blind mind.  Buta pikiran merujuk pada buta terhadap orang lain. Anak autis mengalami hal tersebut, mereka sangat sulit memahami sudut pandang, pikiran, atau perasaan orang lain. Hal itu yang menyebabkan mereka kesulitan untuk membangun interaksi dengan orang lain dan kerap dianggap sibuk dengan dunianya sendiri.

Orang tua yang memiliki anak yang didiagnosis autis patut menyadari hal tersebut. Autis bukan penyakit, tidak bisa dicegah dan tidak pula dapat disembuhkan.  Bila ada anak autis yang mengonsumsi obat, sifatnya itu hanya untuk membantu. Karenanya anak-anak autis membutuhkan bantuan yang lebih mereka butuhkan seperti terapi dan pendidikan.

Terapi dan pendidikan dibutuhkan oleh anak-anak autis bukan untuk menjadikan mereka “sembuh” seperti anak pada umumnya. Tetapi agar kemampuan mereka bisa berkembang secara optimal, seperti kemandirian, kemampuan akademik, maupun minat dan bakatnya. Barangkali anak-anak autis memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, tapi mereka sama halnya dengan setiap anak, memiliki kekurangan dan juga kelebihan.

Banyak anak autis yang menunjukkan kemampuan dan bakat luar bisa seperti dalam musik dan seni. Tapi banyak pula anak autis perlu banyak bantuan untuk dapat hidup mandiri. Anggapan anak autis itu selalu cerdas adalah keliru dan stereotip. Karena pada dasarnya mereka sama seperti anak-anak lain, khas dan unik. Hanya saja mereka memiliki hambatan yang membuat mereka membutuhkan bantuan “khusus” dari orang tua, keluarga, guru dan orang-orang sekelilingnya.

Anak autis sama seperti anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, mereka barangkali berbeda, tetapi mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak pada umumnya. Hak untuk bersekolah, hak untuk belajar, bermain, bekerja, kasih sayang, dan terlibat bersama dalam komunitas masyarakat. Kita tidak hidup dalam dunia yang terpisah, karenanya tak ada alasan untuk memisahkan mereka dari kehidupan kita.